Mkhitaryan baru saja menepi di samping pusat berbelanjaan terbesar di Jakarta, dengan mengenakan atribut khas ojek online. Dia menyalakan sebatang rokok untuk menemaninya. Ia menepi untuk beristirahat sambil menunggu untuk mendapatkan order. Cukup lama ia menunggu, tetapi orderan yang ia tunggu tak datang juga. Tiba-tiba saja, datang pengemudi lain dan langsung membawa penumpang yang telah memesannya. Mkhitaryan pun bingung, mengapa ia tidak mendapatkan order, sedangkan pengemudi yang lebih jauh lokasinya bisa langsung mendapatkan order?
Ryan mengaku, dia pernah mendengar selentingan kabar mengenai pengunaan aplikasi tuyul. Tuyul yang dimaksud bukanlah tuyul asli, tetapi aplikasi yang fungsinya sama dengan tuyul, yaitu menguntungkan. “Ya orang curang sih ada aja mas,kita sih bekerja secara jujur aja yah,” ucapnya.
Ditanya mengenai tuyul, meskipun ia pernah mendengar, tetapi ia tidak mengetahui cara kerjanya. “Katanya sih ada aplikasi yg namanya tuyul atau titik. Tapi saya ga tau cara kerjanya kaya gmn,” tambahnya.
Selain disebut tuyul, metode ini juga disebut sebagai ‘titik’ atau ‘nitik’. Maksudnya adalah meletakkan titik gps tidak sesuai dengan lokasi kita. Kasus Mkhitaryan di atas adalah contohnya.
Ketika si pengemudi yang menggunakan titik, maka dia akan meletakkan titiknya di dalam mall, sedangkan dia bisa saja menunggu di tempat yang agak jauh. Orderan akan datang ke si pemasang titik terlebih dahulu, meski dia agak sedikit jauh lokasinya daripada pengemudi yang menunggu di luar mal, karena pengemudi lain memasang titiknya di dalam mal.
Meski banyak praktik curang, tetapi bagi Redo yang juga pengemudi ojek online tidak terlalu mempersalahkannya. “tidak menjadi sebuah masalah yang berarti untuk driver jujur seperti saya,” ucapnya.
Aplikasi yang digunakan untuk nitik ini dikenal dengan nama fake gps. Aplikasi untuk memalsukan lokasi gps. Dalam kasus yang lebih rumit, ada yang bahkan mampu membuat lebih dari 1 titik palsu. Tititk ini bisa disebar ke beberapa lokasi sekaligus.
Pengemudi lain, Tomi, juga mengatakan ada jenis kecurangan lain, yakni order fiktif. Hal ini dilakukan dengan mekanisme memnita bantuan oang lain agar memesan diri kita. Hal ini dilakukan biasanya untuk pengemudi yang searah pulang atau karena mengincar bonus. Tidak hanya itu, Tomi juga memberitahukan bahwa perbuatan itu bisa saja merugikan pengemudi lain. “Misal orderan diterima pengemudi lain, dia bisa rugi karna dibatallkan, tapi kalo order langsung saya yg terima tidak ada kerugian untuk driver lain,” jelasnya.
Berbeda dengan aplikasi tuyul, order fiktif ini tidak selalu merugikan. Order fiktif akan merugikan jika ‘salah tembak’ atau ternyata pengemudi yang menerima orderan bukan pengemudi yang dituju. Di setiap ojek online ada mekanisme presentase penerimaan, inilah yang membuat pengemudi dirugikan jika order yang diterima dibatalkan oleh si pemesan, jika kurang dari batas yang ditentukan, maka bisa saja bonus tidak cair.
Para pengemudi pun mengaku tidak mau ambil pusing dengan praktik curang ini. Mereka sadar bahwa sudah ada yang mengatur jalannya rezeki, jadi tidak usah iri atau menggunakan cara curang juga untuk mendapatkan order.
Tetapi diharapkan pengemudi yang melakukan cara curang seperti ini dapat menyadari kesalhannya dan segera berhenti merugikan pengemudi lain. “Hargai usaha orang orang yg bekerja dengan jujur, tidak semua yg kalian makan akan menjadi hal yg nikmat sesungguhnya itu hanya lah kesenangan sesaat yg tidak memiliki arti,” tegas Redo.